Rabu, 02 Mei 2012

BUDAYA POLITIK DALAM SISTEM ADMINISTRASI NEGARA (STUDI NEGARA KOREA UTARA)


Setiap negara di dunia memiliki sistem administrasi negara masing-masing. Menurut Gabriel A. Almond dan Bingham G. Powell, a system implies the interdependence of parts, and a boundary between it and its environment. By interdependence we mean that when the characteristics of one part in a system change, all the other parts and the system as whole are affected. Definisi tersebut dipahami bahwa suatu sistem memperlihatkan hubungan antar bagian dan pembatasan antar bagian tersebut dengan lingkungannya. Adapun administrasi negara adalah manajemen dan organisasi daripada manusia dan peralatannya guna mencapai tujuan pemerintah (Dwight Waldo). Administrasi negara sebagai sebuah sistem mengendalikan setiap unsur atau bagian dalam kehidupan suatu bangsa sehingga berlangsung sebagai satu keseluruhan yang bergerak pada pencapaian tujuan nasionalnya. Dengan demikian, sistem administrasi negara adalah keseluruhan daripada perundang-undangan, peraturan, praktek-praktek penyelenggaraan, hubungan-hubungan, kode-kode dan adat-adat kebiasaan yang berlaku pada setiap daerah wewenangnya (jurisdiction) untuk menunaikan dan menegakkan kebijaksanaan negara (Leonard D. White).

PRISMATIC SOCIETY


Perkembangan administrasi dari negara-negara baru berkembang mendapat perhatian luas, salah satunya terdapat sebuah teori yang dikemukakan oleh Fred W. Riggs yaitu Prismatic Society (masyarakat prismatik). Landasan filsafat teorinya adalah positivisme, organisme dan fenomenologis. Pada umumnya masyarakat di negara-negara tersebut adalah masyarakat transisi, yakni antara masyarakat yang mempunyai karakteristik tradisional sekaligus modern. Dengan kata lain, masyarakat sekarang sedang menghadapi masa transisi, yakni suatu masyarakat yang sedang menuju masyarakat modern, periode post-agraris menuju pra-industri.

Senin, 30 April 2012

Internal Working Forms and Organizational Dynamics of Public Administration


Struktur organisasi tetap menjadi variabel kunci dalam setiap administrasi publik. Dalam beberapa studi, pengaturan organisasi dapat dilihat sebagai sekelompok (cluster) variabel independen, misalnya menjelaskan perilaku birokrasi, efisiensi administrasi, hubungan kekuasaan antar organisasi (Pfeffer 1978), atau aliran-aliran komunikasi dalam administrasi publik. Studi struktur organisasi lainnya adalah dipandang sebagai variabel dependen, yang menjelaskan misalnya hubungan kekuasaan ekstra organisasi (seperti antara legislatif dan cabang-cabang eksekutif pemerintahan, atau antara cabang-cabang tersebut dan organisasi kelompok kepentingan, Moe 1989). Terlepas dari desain penelitian, selalu harus mengambil faktor-faktor organisasi ke dalam pertimbangan yang serius.

Policy Makers-Bureaucracy Relations


Thomas R. Dye memberikan definisi mengenai kebijakan  publik (public policy) yakni apapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan (whatever government choose to do or not to do). Pemerintah dapat melakukan banyak hal lewat proses pengambilan kebijaksanaan. Pemerintah dapat mengatur konflik yang terjadi dalam masyarakat dan menata birokrasi untuk melaksankan konflik tersebut. Dengan demikian, public policy mengatur banyak hal mulai dari mengatur perilaku, mengorganisasikan birokrasi, mendistribusikan penghargaan sampai pula penarikan pajak-pajak dari anggota masyarakat.[1] Pembuatan kebijakan publik merupakan fungsi penting dari sebuah pemerintahan. Karenanya, kemampuan dan pemahaman yang memadai dari pembuat kebijakan terhadap proses pembuatan kebijakan menjadi sangat penting bagi terwujudnya kebijakan publik yang cepat, tepat dan memadai.

State-Society Relations


Masyarakat adalah keseluruhan antara hubungan-hubungan antarmanusia. Robert M. Mclver mengatakan: “masyarakat adalah suatu sistem hubungan-hubungan yang ditata (society means a system of ordered relations). Biasanya anggota-anggota masyarakat menghuni suatu wilayah geografis yang mempunyai kebudayaan-kebudayaan dan lembaga-lembaga yang kira-kira sama. Masyarakat dapat menunjuk pada masyarakat kecil, misalnya kelompok etnis, atau suatu masyarakat yang lebih luas nation state seperti masyarakat Indonesia. Dalam masyarakat seperti ini anggota masyarakat dapat berinteraksi satu sama lain karena faktor budaya dan faktor agama, dan/atau etnis.[1]