Masyarakat adalah keseluruhan
antara hubungan-hubungan antarmanusia. Robert M. Mclver mengatakan: “masyarakat
adalah suatu sistem hubungan-hubungan yang ditata (society means a system of ordered relations). Biasanya
anggota-anggota masyarakat menghuni suatu wilayah geografis yang mempunyai
kebudayaan-kebudayaan dan lembaga-lembaga yang kira-kira sama. Masyarakat dapat
menunjuk pada masyarakat kecil, misalnya kelompok etnis, atau suatu masyarakat
yang lebih luas nation state seperti
masyarakat Indonesia. Dalam masyarakat seperti ini anggota masyarakat dapat
berinteraksi satu sama lain karena faktor budaya dan faktor agama, dan/atau
etnis.[1]
Sehubungan dengan konteks negara, keberadaan
masyarakat/rakyat tidak dapat dipisahkan dari negara karena masyarakat
merupakan salah satu unsur yang membentuk suatu negara. Artinya, negara terdiri
atas beberapa unsur yang salah satunya masyarakat, di samping terdapatnya
wilayah, pemerintah, serta kedaulatan. Menurut Harold J. Laski, negara adalah
suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat
memaksa dan yang secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok yang
merupakan bagian dari masyarakat. Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang
hidup dan bekerja sama untuk memenuhi terkabulnya keinginan-keinginan mereka
bersama. Masyarakat merupakan negara kalau cara hidup yang harus ditaati baik
oleh individu maupun oleh asosiasi-asosiasi ditentukan oleh suatu wewenang yang
bersifat memaksa dan mengikat.[2]
Berdasarkan penjelasan sebelumnya
maka dapat dipahami bahwa antara masyarakat dan negara memiliki keterkaitan,
dimana hal ini dapat dilihat dari sudut asal mulanya. Negara tidak berdiri
secara tiba-tiba, melainkan melalui proses. Setidaknya terdapat dua mainstream pendekatan yang menjelaskan
bagaimana asal mula negara tersebut. Pertama,
pendekatan faktual. Pendekatan ini didasarkan pada kenyataan yang benar-benar
terjadi, yang dapat ditelusuri dari pengalaman dan sejarah. Kedua, pendekatan teoretis. Pendekatan
ini didasarkan pada penggunaan metode falsafah, yaitu membuat dugaan-dugaan
berdasarkan kerangka pemikiran yang logis.[3]
Salah satu teori yang dapat dikaji
dari pendekatan teoretis adalah teori perjanjian masyarakat (social contract). Teori ini bertitik
tolak pada anggapan bahwa sebelum ada negara, manusia hidup sendiri-sendiri,
dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Pada waktu itu belum ada
masyarakat, dan belum ada peratuaran apapun juga, sehingga kehidupan masyarakat
kacau balau. Dalam keadaan demikian, manusia dengan anugerah akal yang
dimilikinya melakukan perkumpulan untuk membuat sebuah permufakatan bersama
dalam rangka saling memelihara keselamatan hidup dan kepemilikan harta.
Permufakatan demikian sering disebut dengan “Perjanjian Masyarakat” (“Social Contract”). Salah satu
permufakatan bersama itu adalah pendirian “organisasi kekuasaan bersama”, yakni
sebuah negara. Perjanjian antarkelompok masyarakat atau manusia yang melahirkan
negara disebut pactum unionis.
Sementara perjanjian antarkelompok masyarakat dan penguasa yang di angkat dalam
perjanjian pertama, pactum unionis,
disebut pactum subjectionis. Isi pactum subjectionis adalah pernyataan
manusia untuk menyerahkan hak-haknya (hak-hak yang diberikan alam) kepada
penguasa dan berjanji akan taat kepadanya. Dengan demikian, permufakatan atau
perjanjian tersebut melahirkan sejumlah hak dan kewajiban antara individu atau
kelompok individu (masyarakat) dengan negara di satu sisi, dan antara individu
dengan individu atau kelompok individu di sisi lain.
Thomas Hobbes adalah tokoh utama
yang menekankan hal “pactum subjectionis”,
bahwa dengan kesepakatan membentuk negara, rakyat menyerahkan semua hak mereka
secara ilmiah (sebelum adanya negara), untuk diatur sepenuhnya oleh kekuasaan
negara. Berbeda dengan Hobbes, John Locke justru mengakui kedua pactum, “pactum unionis” dan “pactum subjectionis”. Bahwa sebagian
besar (mayoritas) anggota suatu masyarakat membentuk persatuan (union) dahulu, baru kemudian anggota
masyarakat menjadi kawula (subjek) negara. Dalam hal ini, negara tidak berkuasa
secara absolut (mutlak) seperti pendapat Hobbes. Tetap ada bagian yang berada
pada masing-masing orang, yaitu hak asasi. Sementara itu, J.J. Rousseau menulis
bahwa hanya ada “pactum unionis”
yaitu suatu perjanjian atau kesepakatan untuk membentuk negara, tetapi bukan
sekaligus berarti menyerahkan hak tiap-tiap orang untuk diatur oleh negara.
Justru rakyat yang memilih wakil-wakilnya, serta menyusun aparatur pmerintah.
Selanjutnya, Rousseau menyatakan bahwa negara yang dibentuk oleh perjanjian
masyarakat itu harus menjamin kebebasan dan persamaan. Penguasa hanya sebagai
wakil rakyat yang dibentuk berdasarkan kehendak rakyat (“volonte general”).[4]
Dalam pergaulannya, manusia selalu
mengalami perkembangan dan kemajuan seiring dengan
pertentangan-pertentangannya. Manusia yang satu pada hakikatnya tidak dapat
dipisahkan dari manusia lainnya. Namun, dalam realitasnya pergaulan ini selalu
menimbulkan kontradiksi di dalam struktur masyarakat yang berkaitan dengan
kepentingan mereka masing-masing. Oleh karenanya, mereka membutuhkan hukum atau
aturan untuk mengatur tingkah laku mereka. Hingga pada titik tertentu,
masyarakat tersebut membutuhkan sebuah negara sebagai alat untuk melindungi
kepentingannya.
Negara merupakan integrasi dari
kekuasaan politik, menjadi alat masyarakat yang memiliki kewenangan untuk
mengatur hubungan manusia dalam masyarakat. Dalam kerangka tersebut, negara
yang terbentuk memiliki relasi yang dapat dikatakan bersifat timbal-balik
dengan masyarakat. Sebagai wujud penyelenggaraan pemerintahan, negara diserahi
mandat oleh masyarakat dengan memberikan hak-haknya kepada negara. Oleh karena
itu, negara selanjutnya memikul suatu kewajiban yang tiada lain merupakan sejumlah
fungsi dan tujuan yang harus dicapai.
Setiap negara memiliki
tujuan-tujuan tertentu. Apa yang menjadi tujuan bagi suatu negara, ke arah mana
suatu organisasi negara ditujukan merupakan masalah penting sebab tujuan inilah
yang akan menjadi pedoman betapa negara disusun dan dikendalikan dan bagaimana
kehidupan rakyatnya diatur sesuai dengan tujuan tersebut. Hakikat daripada
negara ialah sebagai wadah bangsa untuk mencapai cita-cita atau tujuan
bangsanya. Sementara tujuan dari adanya negara menurut Immanuel Kant adalah
menjunjung tinggi hak dan kebebasan warganya, yang berarti negara harus
menjamin kedudukan hukum individu dalam negara itu. Dengan demikian setiap warga
negara mempunyai kedudukan hukum yang sama dan tidak boleh diperlakukan
sewenang-wenang oleh penguasa.
Tujuan dan fungsi negara mempunyai
hubungan yang timbal balik dan tidak dapat dipisahkan. Tujuan negara adalah
suatu harapan atau cita-cita yang hendak dicapai oleh negara, sedangkan fungsi
negara adalah upaya atau kegiatan negara untuk mengubah harapan atau cita-cita
negara menjadi kenyataan. Secara umum, tujuan terakhir setiap negara ialah
menciptakan kebahagiaan bagi rakyatnya (bonum
poblicum, common good, common wealth). Tujuan kebahagiaan tersebut pada
garis besarnya dapat disederhanakan dalam dua hal pokok, yaitu 1) keamanan dan
keselamatan (security and safety);
dan 2) kesejahteraan dan kemakmuran (welfare
and prosperity). Sebagai contoh, tujuan negara Republik Indonesia dapat
dilihat dalam pembukaan UUD 1945 yang menyatakan: “Untuk membentuk suatu
pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.”
Kemudian, terlepas dari ragam
tujuan negara, negara menyelenggarakan empat fungsi utama, yakni:
1.
Melaksanakan
penertiban (law and order), untuk
mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrokan-bentrokan dalam masyarakat,
negara harus melaksanakan penertiban. Dalam hal ini, negara dapat dikatakan
berfungsi sebagai “stabilisator”.
2.
Mengusahakan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Dewasa ini fungsi ini sangat penting,
terutama bagi negara-negara baru.
3.
Pertahanan. Hal ini
diperlukan untuk menjaga kemungkinan serangan dari luar. Untuk itu negara
dilengkapi dengan alat-alat pertahanan.
4.
Menegakkan keadilan.
Hal ini dilaksanakan melalui badan-badan peradilan.
Keseluruhan fungsi negara di atas
diselenggarakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
bersama. Negara merupakan lembaga yang memiliki kekuasaan yang sangat besar
dalam sebuah masyarakat dan dapat memaksa kehendak warga atau kelompok yang ada
di masyarakat. Bahkan jika dianggap perlu, negara memiliki keabsahan untuk
menggunakan kekerasan fisik dalam memaksakan kepatuhan masyarakat terhadap
perintah-perintah yang dikeluarkannya. Menurut Arif Budiman, kekuasaan besar
ini diperoleh karena negara merupakan pelembagaan yang mewakili kepentingan
umum. Oleh karenanya, negara dapat memaksakan kehendaknya melawan
kepentingan-kepentingan pribadi, atau kelompok masyarakat yang lebih kecil
jumlahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar